Sabtu, 02 November 2013

Laporan Penjalanan praktikum ke Suaka Muara Angke







Praktikum kali ini kami  mengamati tentang ekosistem mangrove yang berlokasi terletak di wilayah Kelurahan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan, Jakarta Utara ini. Pada daerah ini subsrat yang kami temukan berlumpur. Dan tempat yang kita amati masih dalam keadaan alami.

        Pada praktikum kali ini kita dapat belajar mengenai ekosistem mangrove, dan dapat  mengenali dan membedakan jenis-jenis mangrove, dapat memahami dan membedakan jenis-jenis mangrove, dapat  mengenali dan membedakan jenis-jenis perakaran mangrove. Beserta mempelajari jenis-jenis spesies fauna yang ada dalam ekosistem mangrove.

        Kami datang pada pukul 07.00 pagi, disana kami langsung disambut dengan suasana tenang, ridangnya pohon mangrove, dan terlihat lintasan  track yang terbuat dari kayu, sebelum memulai perjalanan kami memberikan SIMAKSI terlebih dahulu ke petugas kehutanan disana, Setelah itu kami memulai perjalanan didapingin oleh guru bidang study IPA kami, diawal perjalan mengikuti rute track yang terbuat dari kayu, kami langsung disuguhi dengan rindangnya pohon pidada dan nipah, disana kami sangat berhati-hati karna banyak ulat dari pohon pidada yang terkadang membuat ?tubuh gatal.

        Buah Pidada menjadi makanan favorit Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) yang merupakan salah satu satwa penghuni suaka margasatwa ini. Pohon Pidada mempunyai ciri akar nafas berbentuk seperti tombak yang menancap ke dalam lumpur dengan air yang memiliki kadar garam rendah, di kawasan itu terdapat pula sebuah menara pengawas yang tampaknya sudah tidak dipakai.

        Ditengah-tengah track terdapat bangunan untuk beristirahat, disana kami berhenti dan beristirahat sejenak untuk melepas lelah, disana pula kami memulai kegiatan observasi kami, dan juga memulai untuk mengisi Lembar Kerja yang diberikan oleh pendamping. Kami meneruskan perjalanan, selepas dari kawasan Pidada, kami memasuki kawasan rawa dengan vegetasi berupa Gelagah (Saccharum spontaneum) dan Eceng Gondok (Eichchornia crassipes) yang masih di dominasi oleh pohon pidada dan nipah yang terkadang menghalangi jalan. Awalnya kami mengira jika mengikuti rute track ini, kami akan kembali ke track awal, ternyata setelah lama kami menelusuri rute track, tenyata rute buntu ditengah jalan. Dengan sangat terpaksa kami balik menenelusuri rute track yang sama tadi kami lewati.


        Ketika kami kembali balik, kami melihat tampak seekor burung pelatuk Caladi Ulam (Picoides macei) yang sedang mematuk-matuk batang pidada, dan dengan bantuan binakular (teropong) kami juga melihat burung pecak ular yang sedang berteger disalah satu pohon besar. Dan ternyata setelah kami balik dan kami sampai di tempat peristirahatan kami tadi, terlihat sekumpulan kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang sedang mengorek-ngorek tempat sampah, dia mencari makanan sisa manusia yang merupakan sudah jadi sebuah keterbiasaan bagi kera-kera disana untuk makan makanan sisa dari manusia yang dia ambil dari tong sampah, mungkin saja makanan berupa nasi, kacang, roti dan kerupuk, baginya sudah enak, atau memang hewan itu sudah beralih makanan ?. Yang seharusnya mereka itu makan dari hasil alam. Hewan-hewan itu bahkan terlihat jinak-jinak merpati, ketika didekati hewan itu tidak lari hanya sekadar berjalan-jalan saja. Tetapi kami beruntung dapat bisa  melihat kera ekor panjang (Macaca fascicularis) yang merupakan salah satu primadona disana.

        Permasalahan lingkungan yang terjadi di Suaka Margasarwa Muara Angke (SMMA) yaitu  diantaranya sampah, kemungkinan sampah berasal  terjadi karna suatu proses kegiatan masyakat/nelayan yang di mana lokasi SMMA berdekatan dengan pelabuhan dan pasar ikan, dan terpengaruhi oleh limbah industri dan domestik juga. Sampah tidak hanya menyebabkan air tercemar atau kotor akan tetapi juga menggangggu kehidupan biota air yang ada muara. Air yang tercemar tentu saja tidak dapat di manfaatkan secara optimum oleh masyarakat sekitar SMMA, sehingga kebutuhan akan air bersih menjadi tidak terpenuhi. Sampah-sampah yang ada juga bisa dapat menutupi akar mangrove dan menyebabkan pohon-pohon tersebut mati. Sampah-sampah yang bertumpuk dan tidak didaur ulang dapat menimbulkan bau yang menyengat yang akan menjadi sumber penyakit dan pada saatnya menggangu kesehatan. Akibatnya lingkungan sekitar SMMA menjadi tidak sehat dan pada akhirnya akan menyebabkan timbulnya berbagai bibit penyakit. Untuk itu maka solusi yang ditawarkan adalah mengurangi segala kegiatan yang dapat menghasilkan banyak sampah, minimal untuk limbah cair sebaiknya dilakukan pengolahan terlebih dahulu sebelum di buang.